Berita Silampari
MUSI RAWAS- Pasca terbentuknya Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dan mulai memasang plang larangan beraktivitas di sejumlah kawasan hutan wilayah Kabupaten Musi Rawas (Mura) mulai membuat resah masyarakat.
Plang tersebut berisi peringatan melarang memasuki kawasan hutan, merusak, menjarah, mencuri, menggelapkan, menguasai, memungut hasil tanaman/tumbuhan hutan dan serta memperjualbelikan lahan tanpa izin dari pihak yang berwenang.
Keresahan ini disampaikan Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPC APDESI) saat melakukan audiensi bersama Wakil Bupati (Wabup) Mura, H Suprayitno, Rabu 6 Juli 2025.
Ketua APDESI Kabupaten Mura, Yudi Suarsa mengatakan audiensi ini terkait dengan larangan beraktifitas di kawasan hutan seperti ada dipemberitaan yang terjadi di luar daerah Mura mengenai penertiban kawasan hutan juga berdampak di Mura.
Dikatakannya, khusus di Mura setidaknya ada 30 persen petani karet dan 70 persen petani sawit lesu dan tidak semangat untuk merawat kebun karena takut nanti dieksekusi atau di sita seperti di daerah lain. Sehingga, dengan kondisi ini maka solusi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mura untuk menyelamatkan hak-hak masyarakat yang 80 persen berada di areal kawasan.
“Mayoritas kebun petani sawit dan karet masyarakat masuk dalam kawasan hutan produksi (HP), bukan hutan lindung dan sudah diterbitkan SPH nya,”kata Yudi.
Pria yang juga menjabat Kepala Desa (Kades) Muara Rengas Kecamatan Muara Lakitan ini berharap dengan keresahan ini maka ada solusi dan jalan terbaik. Bahkan, para Kades siap untuk bekerjasama dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pembangunan yang ada di Mura dan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Mura, Kgs Feri membenarkan adanya Satgas PKH yang diketuai oleh Menhan dan Kejagung serta Kapolri. Namun, untuk di Mura penertiban dan penyitaan tahun ini baru untuk lahan perusahaan perkebunan yang ada di kawasan hutan dan setidaknya ada beberapa perusahaan yang disita Satgas PKH yakni PT Djuanda Sawit, Bina Sains Cemerlang dan PT Lonsum. Namun, kendati disita untuk pengelolaan baik tandan buah segar (TBS) sawit dan pekerjanya masih dikelola oleh perusahaan.
Sedangkan, Wabup Kabupaten Mura, H Suprayitno menegaskan bahwa Pemkab Mura berkomitmen berusaha semaksimal mungkin agar HP dilepas statusnya menjadi hutan sosial. Sehingga, Pemkab Mura akan berjuang mencari solusinya.
“Memang benar masyarakat kita sudah lesu seperti di SP3 Mandala pintu masuk ke kebun dipasang plang larangan beraktivitas di sejumlah kawasan hutan dengan ancamannya. Sehingga, membuat petani kita takut,”cerita Wabup.
Kemudian, melalui forum masalah ini dibahas dan mencari solusinya karena hutan produksi merupakan mata pencarian masyarakat. Sehingga, dengan begitu nanti melalui DPR RI akan disampaikan dan berkoordinasi. Karena memang sesuai perintah Presiden penertiban kawasan hutan ini ini untuk pengusaha dan bukan untuk masyarakat atau rakyat.
Terlepas dari itu, masalah ini penting karena menyangkut keberlangsungan kehidupan kedepan. Apalagi, ia adalah anak petani jadi merasakan apa yang dialami masyarakat. Sehingga, dalam waktu dekat nantinya akan didata untuk hutan kawasan, hutan produksi dan TNKS yang ada di Mura.
“Pada dasarnya kami Pemkab Mura tidak tinggal diam dan akan berusaha untuk mencarikan solusi agar kedepan hutan produksi yang dikelola oleh masyarakat lepas dari kawasan hutan dan menjadi hutan sosial,”pungkasnya. (Kris)